Guru Besar Hukum UAI Prof. Suparji Ahmad : “Bupati Tidak Boleh Asal Tanda Tangan, Semua Harus Sesuai Prosedur
Guru Besar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof.Suparji Ahmad menegaskan agar Bupati Tidak Boleh Asal Tanda Tangan, Semua Harus Sesuai Prosedur, Senen (6/6/2022).
Untuk diketahui bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK belum lama ini memanggil Mardani Maming, Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Bendum PBNU) untuk menggali keterangan terkait kasus korupsi.
Mardani Maming merupakan mantan Bupati Tanah Bumbu Kalimantan Selatan yang dipanggil menjadi saksi dalam persidangan dugaan kasus korupsi pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan terdakwa mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu, R Dwidjono Putrohadi Sutopo.
Mardani Maming merupakan pejabat Bupati Tanah Bumbu yang menandatangani pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tersebut . Dalam persidangan Dwidjono menyatakan terpaksa memproses pengalihan IUP itu atas perintah Mardani. Dia juga mengaku menandatangani Surat Keputusan pengalihan IUP itu setelah ditandatangani terlebih dahulu oleh Mardani.
Pengalihan IUP itu bermasalah karena menabrak Undang-Undang Minerba yang menyebutkan izin tersebut tak dapat dialihkan. Kejaksaan Agung menetapkan Dwidjono Putrohadi Sutopo, Eks Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu, sebagai tersangka. Kejaksaan Agung menuding Dwidjono menerima uang Rp 10 miliar dari PT PCN.
“Seorang Bupati kan tidak boleh asal tanda tangan, tidak boleh asal menyetujui tanpa ada satu proses yang diteliti, di koreksi, diklarifikasi, di konfirmasi agar semuanya berjalan sesuai dengan prosedur, berjalan dengan kebenaran, jadi kalo masih ada perdebatan terkait hal ini yang mengatakan kriminalisasi atau rekayasa bisa dibantah dengan mudah bahwa semuanya itu adalah sumber kenyataan, diketemukan sehingga tidak bisa dianggap sebagai kriminalisasi” ujar Guru Besar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof. Suparji Ahmad.
Terkait status Mardani Maming yang sekarang sebagai saksi apakah bisa dinaikan menjadi tersangka menurut pakar hukum pidana Prof. Suparji Ahmad menjelaskan bahwa pertama tersangka itukan seseorang karena perbuatan atau karena keadaan berdasarkan minimal memiliki dua alat bukti, diduga kuat melakukan satu tindak pidana proses penetapan tersangka itu bisa berdasarkan laporan, temuan, kemudian dilakukan penyelidikan, penyidikan, maka jika berdasarkan penyidikan seseorang itu berdasarkan alat bukti berupa surat, saksi, petunjuk, ahli dan ketarangan terlapor atau terperiksa dapat dinyatakan sebagai seorang tersangka. Jadi bukan karena faktor putusan hakim. Tapi adalah menjadi kewenangan dari penyidik.
“Jika penyidik memeriksa ,kemudian menemukan alat bukti yang cukup bahwa seseorang itu melakukan tindak pidana maka dapat ditetapkan menjadi tersangka,” ujar Prof. Suparji.
Lebih lanjut Dia menjelaskan bahwa Proses penetapan tersangka itu bisa juga berangkat dari pengembangan atas perkara-perkara sebelumnya, karena misalnya pengakuan dari saksi, pengakuan dari alat-alat bukti yang lain. Misal nya berdasarkan surat, saksi, dan bukti petunjuk itu bisa ditetapkan orang menjadi tersangka karena ada keterangan ahli.
Jika mengacu pada kasus tersebut maka menurut saya nanti akan menjadi keputusan dari penyidik apakah Bupati tersebut bisa jadi tersangka atau tidak. Kalau melihat dari konstruksi kasus tersebut dimana ada satu perizinan yang secara prosedural belum dilalui, kemudian sudah ditanda tangani itukan suatu unsur yang melawan hukum. Mestinya tidak boleh terjadi.
Kemudian yang kedua diduga ada aliran dana yang masuk ke yang bersangkutan atau orang lain dan dia kemudian terlibat disitu bisa juga menjadi salah satu dasar pertimbangan untuk menjadi tersangka.
“Jadi ini akan sangat tergantung dari penyidik untuk menentukan yang bersangkutan menjadi tersangka atau tidak. Kalau melihat dari unsur-unsur yang ada, bukti-bukti yang ada misalnya ada pengakuan dari saksi kemudian yang kedua ada dugaan bukti-bukti aliran dana itu adalah bukti surat tadi itu kemudian juga didukung dari keterangan ahli, maka potensi menjadi tersangka itu bisa terjadi, tetapi sekali lagi tentunya kita tidak boleh mendahului dari kewenangan penyidik tetapi tidak harus berdasarkan satu putusan pengadilan untuk ditetapkan menjadi tersangka.” Pungkas Guru Besar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof. Suparji Ahmad
https://mci.life/guru-besar-hukum-uai-prof-suparji-ahmad-bupati-tidak-boleh-asal-tanda-tangan-semua-harus-sesuai-prosedur/?feed_id=1675&_unique_id=629e5f3d463ca
Tags
HukumDanKriminal